Matanya dikerlingkan, bersamaan masuknya mobil lain di belakang angkot. Aku memegang teteknya. Bokep “Ya itu.”Ya ampun, aku membayangkan suara itu berbisik di telingaku di atas ranjang yang putih. Membuka celanaku dan bajuku lalu gantung di kapstok. Keberuntungankah? Perempuan paruh baya itu pun masih duduk di depanku. Ia berlutut mengelap paha bagian belakang. Bayar arisan. Ia sudah membereskan peralatan pijat. Begini saja daripada repot-repot. Aku masih termangu. suara itu lagi, suara wanita setengah baya yang kali ini karena mendung tidak lagi ada keringat di lehernya. Inilah kesempatan itu. Napasnya tersengal. “Pelan-pelan suaranya kan bisa Dek,” sang supir menggerutu sambil memberikan kembalian.Aku membalik arah lalu berjalan cepat, penuh semangat. Si Junior melemah. Mbak Wien merapihkan pakaiannya lalu pergi menjawab telepon. Bodoh, bodoh, bodoh. Aku menanti dengan debaran jantung yang membuncah-buncah. Ia menurunkan sedikit tali kolor sehingga pinggulku tersentuh. “Pelan-pelan suaranya kan bisa Dek,” sang supir menggerutu sambil memberikan kembalian.Aku membalik arah lalu berjalan cepat, penuh semangat.
